luv is u.......

cinta itu 1 untuk ALLAH SWT
mencintaimu suamiku Eka Herlambang Kurniawan karena ALLAH
menjaga dan menjadi guru yang baik untuk mu anakku Nadhifa Salsabillah karena ALLAH

Senin, 01 Juli 2013

Hukumnya Puasa bagi ibu hamil

Assalamualaikkum Bunda dan calon Bunda........
Sekarang tuh kan tepatnya tanggal 2 Juli 2013 atau tepatnya 23 sya'ban 1434 H dan artinya tinggal seminggu lagi umat islam bertemu dengan bulan Ramadhan yang suci penuh rahmat dan pengampunan,,, bulan dimana semua doa dikabulkan dan semua dosa dihapuskan,,, bulan yang penuh berkah karena dibulan ini juga alqur'an pertama kali diturunkan....subhanallah.... bahkan bisa mendapatkan kesempatan untuk bisa bertemu bulan ini lagi adalah suatu berkah yang sangat besar buat ku dan keluarga ku..........
Apalagi ni bund..... Bulan Ramadhan kali ini menurutku sangat special karena pertama kali akan berpuasa dengan suami yang sangat ku sayangi karena ALLAH juga satu berkah yang sangat besar karena kami diberikan kepercayaan untuk bisa mejadi calon orang tua atau........ tepat memasuki bulan Ramadhan tahun ini usia kandunganku genap 6 Bulan,,,ALhamdulillah ya sesuatu "copas syahrini hehehehe"
Nah karena bulan Ramadhan kali ini gw berstatus sebagai Bumil alias Ibu Hamil ada sedikit tanda tanya dalam hati,,, Pertama : Bisa ga ya Bumil Puasa atau kata lain sanggup ga ya gw jalanin puasa tahun ini,,,,,,,, Kedua : kalau seandainya ni gw ga sanggup karena masih mual atau ga kuat kayak tadi pagi bun selesai sarapan tu langsung ke toilet dan mulai lagi *mun-mun* nya arrrggghhhttt otomatis batalkan ya...... apa kira2 yg harus gw lakuin..... saking seteresssssnyyyaaa dengan smua itu mulailah om google berfungsi :

pertama : berdasarkan uraian dari http://muslimah.or.id

Kondisi fisik seorang wanita dalam menghadapi kehamilan dan saat-saat menyusui memang berbeda-beda. Namun, pada dasarnya, kalori yang dibutuhkan untuk memberi asupan bagi sang buah hati adalah sama, yaitu sekitar 2200-2300 kalori perhari untuk ibu hamil dan 2200-2600 kalori perhari untuk ibu menyusui. Kondisi inilah yang menimbulkan konsekuensi yang berbeda bagi para ibu dalam menghadapi saat-saat puasa di bulan Ramadhan. Ada yang merasa tidak bermasalah dengan keadaan fisik dirinya dan sang bayi sehingga dapat menjalani puasa dengan tenang. Ada pula para ibu yang memiliki kondisi fisik yang lemah yang mengkhawatirkan keadaan dirinya jika harus terus berpuasa di bulan Ramadhan begitu pula para ibu yang memiliki buah hati yang lemah kondisi fisiknya dan masih sangat tergantung asupan makanannya dari sang ibu melalui air susu sang ibu.
Kedua kondisi terakhir, memiliki konsekuuensi hukum yang berbeda bentuk pembayarannya.
1. Untuk Ibu Hamil dan Menyusui yang Mengkhawatirkan Keadaan Dirinya Saja Bila Berpuasa
Bagi ibu, untuk keadaan ini maka wajib untuk mengqadha (tanpa fidyah) di hari yang lain ketika telah sanggup berpuasa.
Keadaan ini disamakan dengan orang yang sedang sakit dan mengkhawatirkan keadaan dirinya. Sebagaimana dalam ayat,
“Maka jika di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka wajib baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.” (Qs. Al Baqarah[2]:184)
Berkaitan dengan masalah ini, Ibnu Qudamah rahimahullah mengatakan, “Kami tidak mengetahui ada perselisihan di antara ahli ilmu dalam masalah ini, karena keduanya seperti orang sakit yang takut akan kesehatan dirinya.” (al-Mughni: 4/394)
2. Untuk Ibu Hamil dan Menyusui yang Mengkhawatirkan Keadaan Dirinya dan Buah Hati Bila Berpuasa
Sebagaimana keadaan pertama, sang ibu dalam keadaan ini wajib mengqadha (saja) sebanyak hari-hari puasa yang ditinggalkan ketika sang ibu telah sanggup melaksanakannya.
Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, “Para sahabat kami (ulama Syafi’iyah) mengatakan, ‘Orang yang hamil dan menyusui, apabila keduanya khawatir dengan puasanya dapat membahayakan dirinya, maka dia berbuka dan mengqadha. Tidak ada fidyah karena dia seperti orang yang sakit dan semua ini tidak ada perselisihan (di antara Syafi’iyyah). Apabila orang yang hamil dan menyusui khawatir dengan puasanya akan membahayakan dirinya dan anaknya, maka sedemikian pula (hendaklah) dia berbuka dan mengqadha, tanpa ada perselisihan (di antara Syafi’iyyah).’” (al-Majmu’: 6/177, dinukil dari majalahAl Furqon)
3 .Untuk Ibu Hamil dan Menyusui yang Mengkhawatirkan Keadaan si Buah Hati saja
Dalam keadaan ini, sebenarnya sang ibu mampu untuk berpuasa. Oleh karena itulah, kekhawatiran bahwa jika sang ibu berpuasa akan membahayakan si buah hati bukan berdasarkan perkiraan yang lemah, namun telah ada dugaan kuat akan membahayakan atau telah terbukti berdasarkan percobaan bahwa puasa sang ibu akan membahayakan. Patokan lainnya bisa berdasarkan diagnosa dokter terpercaya – bahwa puasa bisa membahayakan anaknya seperti kurang akal atau sakit -. (Al Furqon, edisi 1 tahun 8)
Untuk kondisi ketiga ini, ulama berbeda pendapat tentang proses pembayaran puasa sang ibu. Berikut sedikit paparan tentang perbedaan pendapat tersebut.
Dalil ulama yang mewajibkan sang ibu untuk membayar qadha saja.
Dalil yang digunakan adalah sama sebagaimana kondisi pertama dan kedua, yakni sang wanita hamil atau menyusui ini disamakan statusnya sebagaimana orang sakit. Pendapat ini dipilih oleh Syaikh Bin Baz dan Syaikh As-Sa’di rahimahumallah
Dalil ulama yang mewajibkan sang Ibu untuk membayar fidyah saja.
Dalill yang digunakan adalah sama sebagaimana dalil para ulama yang mewajibkan qadha dan fidyah, yaitu perkataan Ibnu Abbas radhiallahu’anhu, “Wanita hamil dan menyusui, jika takut terhadap anak-anaknya, maka mereka berbuka dan memberi makan seorang miskin.” ( HR. Abu Dawud)
dan perkataan Ibnu ‘Umar radhiallahu’anhu ketika ditanya tentang seorang wanita hamil yang mengkhawatirkan anaknya, maka beliau berkata, “Berbuka dan gantinya memberi makan satu mud gandum setiap harinya kepada seorang miskin.” (al-Baihaqi dalam Sunan dari jalan Imam Syafi’i, sanadnya shahih)
Dan ayat Al-Qur’an yang dijadikan dalil bahwa wanita hamil dan menyusui hanyaf membayar fidyah adalah, “Dan wajib bagi orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar diyah (yaitu) membayar makan satu orang miskin.” (Qs. Al-Baqarah [2]: 184)
Hal ini disebabkan wanita hamil dan menyusui yang mengkhawatirkan anaknya dianggap sebagai orang yang tercakup dalam ayat ini.
Pendapat ini adalah termasuk pendapat yang dipilih Syaikh Salim dan Syaikh Ali Hasan hafidzahullah.
Dalil ulama yang mewajibkan sang Ibu untuk mengqadha dengan disertai membayar fidyah
Dalil sang ibu wajib mengqadha adalah sebagaimana dalil pada kondisi pertama dan kedua, yaitu wajibnya bagi orang yang tidak berpuasa untuk mengqadha di hari lain ketika telah memiliki kemampuan. Para ulama berpendapat tetap wajibnya mengqadha puasa ini karena tidak ada dalam syari’at yang menggugurkan qadha bagi orang yang mampu mengerjakannya.
Sedangkan dalil pembayaran fidyah adalah para ibu pada kondisi ketiga ini termasuk dalam keumuman ayat berikut,
“…Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin…” (Qs. Al-Baqarah [2]:184)
Hal ini juga dikuatkan oleh perkataan Ibnu Abbas radhiallahu’anhu, “Wanita hamil dan menyusui, jika takut terhadap anak-anaknya, maka mereka berbuka dan memberi makan seorang miskin.” (HR. Abu Dawud, dishahihkan oleh Syaikh Al Bani dalam Irwa’ul Ghalil). Begitu pula jawaban Ibnu ‘Umar radhiallahu’anhu ketika ditanya tentang wanita hamil yang khawatir terhadap anaknya, beliau menjawab, “Hendaklah berbuka dan memberi makan seorang miskin setiap hari yang ditinggalkan.”
Adapun perkataan Ibnu Abbas dan Ibnu ‘Umar radhiallahu’anhuma yang hanya menyatakan untuk berbuka tanpa menyebutkan wajib mengqadha karena hal tersebut (mengqadha) sudah lazim dilakukan ketika seseorang berbuka saat Ramadhan.
Ada sebuah penelitian yang dilakukan di perkampungan Afrika Barat untuk mengetahui pengaruh puasa bulan Ramadhan terhadap kinerja metabolisme di kalangan wanita hamil dan menyusui.
Tim peneliti menemukan bahwa semua ibu menyusui dan 90 % persen ibu hamil di desa tersebut menjalankan ibadah puasa selama satu bulan penuh. Pengukuran kadar glukosa serum, asam lemak bebas,  zat-zat keton, alanin, insulin, glukagon, dan level hormon tiroksin (T3) pun dilakukan.
Sampel-sampel penelitian diambil pada pukul 07.00 dan 19.00 dari 22 ibu hamil, 10 ibu menyusui, serta 10 wanita lain yang tidak hamil dan tidak menyusui, sebagai pembanding. Hasilnya kemudian dikomparasikan dengan pengukuran komponen-komponen ini yang dilakukan pada hari di luar Ramadhan setelah para responden diinstruksikan untuk tida mengonsumsi makanan selama semalaman (layaknya Ramadhan).
Hasil akhirnya adalah sebagai berikut:
1-  Tidak ada perbedaan antara kadar komponen-komponen ini pada ibu menyusui dengan kadar serupa pada kelom­pok pembanding, wanita yang tidak menyusui maupun hamil, meskipun wanita menyusui harus memikul dua beban sekaligus, beban menyusui dan beban puasa yang rentang waktunya kadang bisa mencapai 19 jam (rata-rata lama puasa di kawasan Afrika Utara dan Barat, apalagi di musim panas memang jauh melebihi lama puasa di kawasan tropis, Indonesia misalnya.)
2-   Kadar glukosa pada fase-fase akhir kehamilan adalah 0,3+01 ml/liter. Ini adalah kadar yang terendah dibanding kadar glukosa serupa pada kelompok respon­den yang lain (ibu menyusui dan ibu yang tidak hamil maupun menyusui).
3-  Tingkat asam lemak bebas, zat-zat keton, dan beta hidrok­sida butirat pada wanita hamil selama bulan puasa adalah yang tertinggi. Sedangkan tingkat alaninnya pada masa- masa akhir kehamilan lebih rendah dibanding pada masa- masa pertama kehamilan.
Para peneliti pun berkesimpul­an, bahwa cepatnya proses metabolisme pada masa-masa akhir kehamilan hanya terjadi selama bulan Ramadhan. Sehingga muncullah beberapa efek starvasi. Mereka lantas menunjuk faktor rendahnya pendapat ekonomi yang menimpa penduduk di kawasan Afrika Barat ini sebagai biang keladi kekurangan gula darah (glukosa).

Gimana para Bunda cukup detail dan terperinci kan,,,, Sesungguhnya ALLAH memberi kemudahan kepada umatnya untuk beribadah kepadanya,,, dannnn Setelah membaca semua itu dan dengan usaha membujuk suami yang sangat khawatir dengan keadaan istri dan calon anaknya akhirnya gw diijinkan untuk puasa pada bulan Ramadhan tahun ini,,,, semoga ALLAH selelu memberi kemudahan kepada hambanya yang bersungguh-sungguh dalam menjalankan ibadahnya.... amiiieennnn ya ALLAH........

Tidak ada komentar:

Posting Komentar